Contoh
Syair Puisi
berdasarkan ciri-ciri sastra angkatan ‘66
1.
Berontak
terhadap Sistem pemerintahan yang buruk
Kau tertawa
diatas kekuasaan
Kau diam dalam
tahumu
Apa yang kau
kerjakan disana?
Ribuan rakyat
mengeruk sejumput tanah demi hidup
Diam-diam kau merayap bersama kekuasaan
Menindas tubuh
kecil tak berdaya
Bertopeng
malaikat tapi menikam
Membela tapi
memindas
Berjuta manusia
berharap untuk hari esok
Tapi kau remuk
redam mereka
Kau hancurkan
dengan seonggok harapan kosong
Kau hitamkan
dengan janji-janji tiada arti
Penindasan Para Penguasa “Kurnia laelasari “
2.
Bercorak perjuangan anti tirani proses politik,
anti kezaliman dan kebatilan
Kawan dengarkanlah
Kengerian terlalu lama
Di tanah yang harusnya kita merasa bangga
Bila kau tak bicara
Kita lelah menanam dusta
Bukankah menderita adalah kita juga?
Hey Negeri ???
Kapankah akan berhenti !
Hey Negeri ???
Kapankah mungkin kita akhiri !
Hey Negeri “ Rindy Wahyu Budi P.”
3.
Bercorak membela keadilan
Kau
para penjahat bersragram
Lihatlah,
para gelandangan kelaparan
Beratapkan
langit, beralaskan jalan
Mengais
sampah mencari makan
Tak
pernah mereka rasakan
Dunia
dengan penuh kemewahan
Disatu
sisis,
Negara
ini Negara demokrasi
Hokumpun
kita taati
Tapi
mereka tak pernah menerima aspirasi
Mereka
abaikan demonstrasi
Memimpin
Negara dengan emosi
Sidang pun anarki
Hingga
puisi pun mereka kali
Antara
penjahat dan pejabat “ Deta
ervita sari”
4.
Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
Kenapa
kau beri hutang di negeri asing
kenapa kau wariskan ekonomi yang bikin pusing
kenapa
kau ceritakan saat ini puing-puing frustasi
hanya
para korupsi, yang buat rakyat mati berdiri
tanah
air ku, disini kutumpahkan darah ini
disini
dulu kami berjuang hingga mati
disini
dulu kami saling berjuang
melupakan
perbedaan ras, agama dan suku untuk menang
tanah
air ku, mengapa sekarang kau suram
kenapa
tanah air mu terbengkang
kenapa
keindahan ini tak lagi cemerlang
kenapa
penghunimu hanya berebut jabatan dan kekayaan
dari
sudut pedesaan
dari
sudut perkotaan
masih
ada generasi-generasi muda yang berjuang
berpikir
dan mencoba bangkit dari keterpurukan
kami
disini masih cinta
kami
disini masih sayang
tanah
air ku satu bernama Indonesia
negeri
ku bhineka tunggal ika
Indonesia Tanah
Air Ku“ Heru Nurananto “
5.
Banyak mengemukakan cerita-cerita dan
kepercayaan rakyat sebagai pokok-pokok sajak balada.
Biarkanlah mereka tenang
Biarkanlah mereka damai
Dan biarkanlah mereka menjadi diri sendiri
Jangan sampai kau sedikitpun
Membuat mereka marah
Mereka murka
Atau mereka yang akan memakan kita !!!
Dewi
Sri akan selalu memberikan butiran-butiran suci
Dan
langit akan selalu meneteskan air matanya
Biarkan
semua itu
Sebuah
berkah yang maha
Agar
kita belajar bijaksana
Rawat,
Lindungi, berilah kasih sayang
Jangan
sampai jadi durhaka
Hanya
ini lah cara kita !
Cara Kita “ Puput Alviani”
6.
Ada gambaran suasana muram karena menggambarkan
hidup yang penuh penderitaan
Jika kupaksakan dengan peluh jua
Tetap saja hanya untuk makan sehari
Terkadang ingin kuberdiam saja
Melawan suara risau nyanyian perut
Hidup hari ini
Bergantung pada kerja kemaren
Hidup besok
Bergantung pada kerja hari ini
Jika kutadahkan tangan meminta
Hatiku remuk menolak hina
Jika teringat nasib untuk berubah
Ragaku rapuh menopang gagal
Demi
Sesuap Saja “ Selvia”
7.
Mengungkapkan masalah-masalah sosial;
kemiskinan, pengangguran, perbedaan kaya miskin yang besar, belum
adanya pemerataan hidup
Di
sudut ingar bingar kota diacuhkan
Terasingkan dari
kelayakan
Menatap
haru hidup di hari esok
Hari untuk menyambung urat nadi
Jiwanya
tangguh menerjang badai kemiskinan
Raganya
nestapa melawan arus kenyataan
Tak
terperi tergerus oleh ketidakadilan
Meraung
melawan kenyataan
Dia
bagaikan suara katak di malam hujan
Di
acuhkan di sudut kota besar
Hanya
teman kemiskinan yang setia
Hanya
nafas yang masih tersisa
Derita
Di Sudut Kota “ Kurnia Laelasari”
8.
Protes sosial dan politik
Terlalu jauh perkataannya
Tak nampak rata ataupun sama
Semua terlihat sangat jauh beda
Bla , , ,bla, , ,bla, , ,bla, , ,
Pandai benar bermain
kata – kata
Entah
benar , entah salah
Tak
ada yang mengira
Ngoceh
sana, ngoceh sini
Mengumbar janji tanpa bukti
Kau
memang pandai bersilat lidah
Kau
pandai juga memutar balik fakta
Dasar
tikus politik !
Tak
tau norma, Tak
paham pula agama
Buta mata karena harta
Telanjangilah matamu,
Tak nampak kah kehidupan sekitarmu ?
Wajah-wajah tergusur yang hanya
dapat
Melihat tingginya kopiah yang kau
kenakan
Dasar tikus politik !
Tak hanya buta mata
Namun, Buta hati dan telinga !!
Tikus Politik “ Puput Alviani “
karya : PBSI 2010 "a" UAD
0 komentar: