Kamis, 09 Februari 2012

3

Ciri dan Contoh Puisi angkatan 66


Contoh Syair Puisi
berdasarkan ciri-ciri sastra angkatan ‘66

1.      Berontak terhadap Sistem pemerintahan yang buruk

Kau tertawa diatas kekuasaan
Kau diam dalam tahumu
Apa yang kau kerjakan disana?
Ribuan rakyat mengeruk sejumput tanah demi hidup

 Diam-diam kau merayap  bersama kekuasaan
Menindas tubuh kecil tak berdaya
Bertopeng malaikat tapi menikam
Membela tapi memindas

Berjuta manusia berharap untuk hari esok
Tapi kau remuk redam mereka
Kau hancurkan dengan seonggok harapan kosong
Kau hitamkan dengan janji-janji tiada  arti
Penindasan Para Penguasa  Kurnia laelasari

2.      Bercorak perjuangan anti tirani proses politik, anti kezaliman dan kebatilan

Kawan dengarkanlah
Kengerian terlalu lama
Di tanah yang harusnya kita merasa bangga

Bila kau tak bicara
Kita lelah menanam dusta
Bukankah menderita adalah kita juga?

Hey Negeri ???
Kapankah akan berhenti !
Hey Negeri ???
Kapankah mungkin kita akhiri !
Hey NegeriRindy Wahyu Budi P.”

3.    Bercorak membela keadilan

            Kau para penjahat bersragram
            Lihatlah, para gelandangan kelaparan
            Beratapkan langit, beralaskan jalan
            Mengais sampah mencari makan
            Tak pernah mereka rasakan
            Dunia dengan penuh kemewahan
            Disatu sisis,
            Negara ini Negara demokrasi
            Hokumpun kita taati
            Tapi mereka tak pernah menerima aspirasi
            Mereka abaikan demonstrasi
            Memimpin Negara dengan emosi
            Sidang pun anarki
            Hingga puisi pun mereka kali
Antara penjahat dan pejabat Deta ervita sari

4.       Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan

            Kenapa kau beri hutang di negeri asing
            kenapa  kau wariskan ekonomi yang bikin pusing
            kenapa kau ceritakan saat ini puing-puing frustasi
            hanya para korupsi, yang buat rakyat mati berdiri

            tanah air ku, disini kutumpahkan darah ini
            disini dulu kami berjuang hingga mati
            disini dulu kami saling berjuang
            melupakan perbedaan ras, agama dan suku untuk menang

            tanah air ku, mengapa sekarang kau suram
            kenapa tanah air mu terbengkang
            kenapa keindahan ini tak lagi cemerlang
            kenapa penghunimu hanya berebut jabatan dan kekayaan

            dari sudut pedesaan
            dari sudut perkotaan
            masih ada generasi-generasi muda yang berjuang
            berpikir dan mencoba bangkit dari keterpurukan

            kami disini masih cinta
            kami disini masih sayang
            tanah air ku  satu bernama Indonesia
            negeri ku bhineka tunggal ika
Indonesia Tanah Air Ku“ Heru Nurananto “

5.      Banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat sebagai pokok-pokok sajak balada.

Biarkanlah mereka tenang
Biarkanlah mereka damai
Dan biarkanlah mereka menjadi diri sendiri

Jangan sampai kau sedikitpun
Membuat mereka marah
Mereka murka
Atau mereka yang akan memakan kita !!!

Dewi Sri akan selalu memberikan butiran-butiran suci
Dan langit akan selalu meneteskan air matanya
Biarkan semua itu
Sebuah berkah yang maha
Agar kita belajar bijaksana

Rawat, Lindungi, berilah kasih sayang
Jangan sampai jadi durhaka
Hanya ini lah cara kita !
Cara Kita “ Puput Alviani”

6.      Ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup yang penuh penderitaan

Jika kupaksakan dengan peluh jua
Tetap saja hanya untuk makan sehari
Terkadang ingin kuberdiam saja
Melawan suara risau nyanyian perut

Hidup hari ini
Bergantung pada kerja kemaren
Hidup besok
Bergantung pada kerja hari ini
Jika kutadahkan tangan meminta
Hatiku remuk menolak hina
Jika teringat nasib untuk berubah
Ragaku rapuh menopang gagal
Demi Sesuap Saja Selvia

7.      Mengungkapkan masalah-masalah sosial; kemiskinan,  pengangguran,  perbedaan kaya miskin yang besar, belum adanya pemerataan hidup

Di sudut ingar bingar kota diacuhkan
Terasingkan  dari  kelayakan
Menatap haru hidup di hari esok
Hari  untuk menyambung urat nadi
Jiwanya tangguh menerjang badai kemiskinan
Raganya nestapa melawan arus kenyataan
Tak terperi tergerus oleh  ketidakadilan
Meraung melawan kenyataan

Dia bagaikan suara katak di malam hujan
Di acuhkan di sudut kota besar
Hanya teman kemiskinan yang setia
Hanya nafas yang masih tersisa
Derita Di Sudut Kota Kurnia Laelasari

8.      Protes sosial dan politik

Terlalu jauh perkataannya
Tak nampak rata ataupun sama
Semua terlihat sangat jauh beda

Bla , , ,bla, , ,bla, , ,bla, , ,
            Pandai benar bermain kata – kata

            Entah benar ,  entah salah
            Tak ada yang mengira
            Ngoceh sana, ngoceh sini
            Mengumbar janji tanpa bukti
            Kau memang pandai bersilat lidah
            Kau pandai juga memutar balik fakta

            Dasar tikus politik !
            Tak tau norma, Tak paham pula agama
            Buta mata karena harta

            Telanjangilah matamu,
            Tak nampak kah kehidupan sekitarmu ?
            Wajah-wajah tergusur yang hanya dapat
            Melihat tingginya kopiah yang kau kenakan

            Dasar tikus politik !
            Tak hanya buta mata
            Namun, Buta hati dan telinga !!
Tikus Politik “ Puput Alviani “

karya : PBSI 2010 "a" UAD









3 komentar: